Legislator Minta APH Bertindak Obyektif Usut Mafia Tanah Diduga Libatkan Oknum BPN di Semarang
![](http://berkas.dpr.go.id/pemberitaan/images_pemberitaan/images/2023/2023%20Mei/DEDE.jpg)
Anggota Komisi III DPR RI Dede Indra Permana. Foto: Dok/nr
Anggota Komisi III DPR RI Dede Indra Permana meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk bertindak obyektif terkait mafia tanah di Kota Semarang yang diduga melibatkan unsur aparat serta oknum BPN. Sebab, menurutnya, sejumlah laporan perkara tanah terkesan lambat ditindaklanjuti. Pada perkara-perkara itu, terdapat inisial S yang pernah dilaporkan ke Polrestabes Kota Semarang pada Juli 2022 lalu.
Adapun laporan tersebut dilakukan atas dugaan bahwa notaris memasukkan keterangan palsu tentang tanah bekas HM 04283 Sambirejo ke dalam akte otentik atas perintah S.
"Beberapa laporan dan aspirasi yang kami terima mengerucut pada perkara-perkara tanah yang melibatkan DR S, yang anehnya di mana setiap laporan yang melibatkan S selalu lambat, bahkan terkesan tidak ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum," kata Dede dalam keterangan kepada media, Sabtu (20/5/2023).
Selanjutnya pada 23 November 2022 dan 24 Januari 2023, S juga dilaporkan terkait pidana pemakaian tanah tanpa izin di pangkalan truk Kelurahan Genuksari, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
Dede mengatakan, perkara itu diperkeruh dengan penerbitan sertifikat atas nama S pada 2021 atas tanah milik pelapor dengan sertifikat yang terbit tahun 1982.
"Timbul pertanyaan kita semua, apa dasar terbitnya sertifikat di atas tanah yang sudah bersertifikat lebih dulu, bahkan lebih parah lagi tanah milik pelapor tersebut dibangun gudang permanen atas nama orang lain? Bagaimana juga bisa IMB bisa terbit untuk bangunan tersebut?" papar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
Yang terakhir, S dilaporkan pada 10 April 2023 atas dugaan penggelapan 353 sertifikat HGB atas nama PT MAP.
Dede mengungkapkan, dari ketiga laporan yang menyangkut S itu, tidak ada satu pun Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirimkan ke Kejaksaan. Pengiriman SPDP itu sejalan dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara RI no 6 tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana pasal 14, yang menyatakan bahwa SPDP dikirim kepada penuntut umum pelapor atau korban dan terlapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah surat perintah penyelidikan diterbitkan.
Menurut wakil rakyat dari Dapil Jateng X itu, tidak ada SPDP yang dikirimkan memberikan ketidakpastian hukum, serta merugikan hak konstitusi masyarakat. Untuk itu, dia meminta agar SPDP dapat disampaikan sesuai peraturan yang berlaku. Sehingga, ada kejelasan dan proses hukum dan perkembangan perkara terkait.
"Kami sangat berharap pihak aparat penegak hukum terutama Polda Jawa Tengah untuk dapat melakukan percepatan penegakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh mafia tanah secara berjamaah yang dikoordinir oleh S," kata Dede. (rdn)